Labuan Bajo, Flobamor.com — Kasus sengketa tanah di Labuan Bajo kembali mencuat ke publik. Kali ini melibatkan nama Susana Mujur, warga yang diduga menyerobot lahan milik Julio Dos Santos, seorang purnawirawan TNI. Tanah yang disengketakan berukuran 12 x 15 meter yang terletak di Malok Ras, tepat disebelah barat Bandara Komodo, kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat. Area yang kini menjadi incaran banyak investor.
Namun di balik ukuran tanah yang kecil, tersimpan kisah pihak tergugat di tengah keterbatasan.
Awal Sejarah Penyerahan Tanah Adat Tahun 1983
Berdasarkan dokumen yang diperoleh redaksi Flobamor.com, tanah tersebut merupakan tanah adat Nggorang yang diserahkan secara resmi pada tahun 1983 oleh para fungsionaris adat Nggorang yaitu: H. Ramang dan H. Ishaka, di bawah naungan H. Umar selaku Dalu Nggorang.
Penyerahan dilakukan melalui prosesi adat lengkap, disertai kewajiban adat oleh penerima sebagai bentuk pengakuan sah atas hak milik. Proses itu juga disahkan secara administratif dengan tanda tangan Lurah Labuan Bajo kala itu, Sarifudin Malik, S.ST.
Tanah yang terletak di kawasan Malok Ras, dengan batas-batas berikut:
Utara: Jalan Raya
Selatan: Tanah milik M. Kasim Laudin
Timur: Saluran air / jalan kecil
Barat: Tanah milik Fransiskus Wangari
Dengan bukti adat dan legal yang kuat, Julio Dos Santos pun mengelola tanah itu selama puluhan tahun tanpa pernah diganggu gugat hingga muncul sosok baru yang mengklaim kepemilikan.
Klaim Mengejutkan: Munculnya Susana Mujur dan Sertifikat Misterius
Tahun 2021, ketenangan keluarga Dos Santos terusik. Seorang perempuan bernama Susana Mujur tiba-tiba mengklaim tanah tersebut sebagai miliknya. Ia bahkan mengaku memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas lahan yang mencakup area milik Julio Dos Santos.
Tak berhenti di situ, Susana melaporkan Julio ke Polres Manggarai Barat atas dugaan penyerobotan tanah. Dalam pemeriksaan, Ahli Waris Julio Dos Santos yaitu, Fredi Rego Dos Santos menunjukkan dokumen lengkap penyerahan tanah dari tua adat Nggorang, sedangkan Susana Mujur disebut tidak mampu menunjukkan dasar perolehan awal tanah yang ia klaim.
Kasus itu kemudian mandek di kepolisian, sebab, Fredi Rego Dos Santos atau akrab disapa Fredi telah menunjukkan dokumen penyerahan tanah dari tua adat Nggorang pada tahun 1983. Julio dan Fredi pun sempat merasa lega. Namun, ketenangan itu hanya sementara.
Empat tahun berselang, tepatnya pada 17 Juli 2025, Julio kembali dikejutkan oleh surat panggilan sidang dari Pengadilan Negeri Labuan Bajo. Ia didaftarkan sebagai Tergugat I (satu) dalam perkara Nomor 36/Pdt.G/2025/PN Lbj, dengan Susana Mujur sebagai penggugat.
Menariknya, gugatan itu tidak hanya menjerat Julio Dos Santos, tetapi juga para tokoh adat dan saksi sejarah tanah tersebut:
H. Umar H. Ishaka (Tergugat II)
H. Ramang H. Ishaka (Tergugat III)
Frans Djun Trirada Wangari (Tergugat IV)
Katarina Syuria Lero (Tergugat V)
Kasus ini membuka kembali kisah warisan adat Nggorang yang telah berumur lebih dari empat dekade, dan kini harus diuji oleh sistem hukum modern.
Perjuangan Julio Dos Santos dan anaknya Fredi Rego Dos Santos di Tengah Keterbatasan
Sayangnya, Julio Dos Santos kini dalam kondisi stroke berat, sehingga tak mampu menghadiri persidangan. Putranya, Fredi Rego Dos Santos atau Joni, kemudian mengajukan kuasa insidentil untuk mewakili sang ayah.
Kuasa tersebut telah disetujui secara administratif dan disertai surat keterangan dokter, namun pihak panitera Pengadilan Labuan Bajo tetap meminta kehadiran Julio Dos Santos di pengadilan untuk mengikuti persidangan meski kondisi medisnya tidak memungkinkan.
“Kami sudah lengkapi semua berkas, termasuk surat kuasa isidentil dari bapak saya, bahkan surat keterangan sakit dari dokter kami lampirkan. Tapi mereka tetap memaksa bapak saya harus hadir. Ini seolah dipersulit,” ujar Fredi sambil menangis kesedihan kepada Flobamor.com, Senin (6/10/2025).
Fredi menduga ada keberpihakan aparat pengadilan terhadap pihak penggugat.
Kendati demikian, redaksi Flobamor.com telah berupaya menghubungi Adel selaku Panitera Pengadilan Negeri Labuan Bajo, untuk dimintai tanggapan namun pesan dan berita yang dikirim redaksi hanya dibalas dengan emogi “🙏” hingga berkali-kali ditelepon tapi tidak direspon.
Julio Dos Santos dan Puta kandungnya Fredi Rego Dos Santos Penuhi Kewajiban Hukum dan taat Pajak
Data yang diperoleh Flobamor.com menunjukkan, Fredi Rego Dos Santos secara rutin membayar pajak tanah selama lima tahun berjalan melalui Badan Pendapatan Daerah (Bappeda) Manggarai Barat.
Bukti kwitansi dan dokumen pembayaran pajak dilampirkan dalam berkas perkara sebagai bentuk legalitas penguasaan fisik dan administratif tanah.
Langkah ini menunjukkan itikad baik Julio sebagai warga yang taat hukum, di tengah gempuran gugatan yang kini menguji hak kepemilikannya.

Langkah Mengejutkan: Pengukuran Sepihak oleh Pengadilan
Situasi makin memanas ketika pada 3 Oktober 2025, tim dari Pengadilan Negeri Labuan Bajo, didampingi aparat Polres Manggarai Barat, melakukan pengukuran tanah tanpa pemberitahuan kepada pihak tergugat.
“Kami kaget, karena tidak pernah diberi tahu. Tiba-tiba mereka datang ukur tanah tanpa kehadiran kami. Ini sangat tidak adil,” ujar Fredi dengan nada kecewa.
Tindakan tersebut memicu protes keras, sebab pengukuran seharusnya dilakukan dengan menghadirkan kedua belah pihak, untuk menjamin objektivitas hasil dan menghindari konflik baru.
Fakta Lapangan: Dua Klaim, Satu Lahan
Pantauan langsung redaksi Flobamor.com Senin (6/10/2025) menunjukkan, di atas tanah yang disengketakan kini berdiri rumah kontrakan semi permanen dan warung yang disewa oleh Katarina Syuria Lero sejak tahun 2022.
Tepat di sebelahnya, berdiri papan bertuliskan: Tanah SHM, Susana Mujur, Luas 961 m². Lengkap dengan tulisan “Dilarang Masuk!
Dua tanda kepemilikan berbeda di satu lokasi menjadi simbol nyata betapa kusutnya persoalan agraria di Labuan Bajo, kota yang tengah bertransformasi menjadi destinasi super prioritas nasional.
Pertarungan Hukum: Tanah Warisan Adat vs dugaan Sertifikat Palsu.
Julio Dos Santos dan putranya Fredi Rego Dos Santos berpegang pada pengakuan adat tahun 1983 yang disahkan pejabat pemerintahan kala itu, sementara Susana Mujur menggenggam sertifikat tanah yang asal-usulnya masih diselimuti tanda tanya.
“Apakah majelis hakim mengembalikan tanah itu kepada pemilik sah berdasarkan sejarah adat, atau membenarkan kekuatan sertifikat palsu yang diduga bermasalah?,”tegas Fredi.
Bagi keluarga Fredi, perjuangan ini tak lagi sekadar tentang tanah, tetapi tentang citra nama baik keluarga dan keadilan tumpang tindih sistem hukum di Pengadilan Negeri Labuan Bajo.
Hingga berita ini diterbitkan, redaksi Flobamor.com masih berupaya menghubungi Susana Mujur selaku penggugat, serta Ketua Pengadilan Negeri Labuan Bajo untuk dimintai tanggapan.
Redaksi Flobamor.com menjunjung tinggi asas keberimbangan dan hak jawab sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Kami membuka ruang seluas-luasnya bagi pihak terkait untuk memberikan klarifikasi, tanggapan, atau data pembanding atas pemberitaan ini.***